![]() |
Foto Kepala Humas PN Sumbawa Bapak Ferry Lae saat di Mintai Keterangan nya Di Ruangan nya Rabu 13/8 |
Sumbawa Besar - bongkarfakta.com ~ Di tengah riuhnya kabar yang melintas di layar gawai, cerita tentang dua tersangka kasus narkoba di Kecamatan Alas menjadi perbincangan hangat. Media InsideNTB memuat pernyataan seorang aktivis, Randa Jamra Negara, yang mengaku telah memeriksa Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Sumbawa dan tidak menemukan nama keduanya dalam agenda sidang sejak Desember 2024 hingga Agustus 2025.
Dalam pemberitaan InsideNTB, Randa menyampaikan: “Saya sudah cek di sistem informasi penelusuran perkara di pengadilan Sumbawa. Dari bulan Desember 2024 sampai sekarang 2025 tidak ada tercatat nama dua tersangka menjalani proses agenda sidang.”
Pernyataan ini memicu tanya di benak publik, mengingat kasus narkoba kerap menjadi sorotan tajam masyarakat.
Ferry Lae, Humas PN Sumbawa Besar, ketika ditemui di ruang kerjanya pada Rabu (13/8/2025), membantah klaim tersebut. “Pernyataan itu keliru. Sistem kami bekerja sesuai prosedur. Jika perkara sudah masuk ke pengadilan, pasti terekam di SIPP. Jika masih di tahap penyidikan atau penuntutan, wajar saja belum muncul di sistem,” jelasnya.
Ferry juga menegaskan, “Saya tidak pernah sama sekali bertemu atau berkomunikasi dengan Saudara Randa Jamra Negara.”
Isu ini bermula dari Kecamatan Alas, Kabupaten Sumbawa, di penghujung 2024. Pemberitaan InsideNTB dirilis pada Juli 2025, dan klarifikasi resmi dari PN Sumbawa Besar disampaikan sebulan kemudian, 13 Agustus 2025, dari ruang kerja Humas PN di pusat Kota Sumbawa Besar.
Perbedaan pandangan muncul karena tafsir berbeda terhadap hasil pencarian di SIPP. Bagi Ferry, ketiadaan nama tersangka di sistem bukanlah bukti perkara hilang, melainkan akibat tahapan hukum yang belum masuk ranah pengadilan.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Randa menduga ketiadaan nama tersangka di SIPP terjadi karena kesalahan penulisan nama. Nama asli “Farhat” disebut sebagai “Fahat”, sehingga pencarian di sistem tidak membuahkan hasil.
Menanggapi hal itu, Ferry mengakui bahwa perbedaan ejaan memang bisa memengaruhi pencarian, namun menekankan bahwa hal tersebut bukan berarti perkara tersebut tidak diproses. “Integritas adalah hal yang kami junjung tinggi. Tidak ada satu pun perkara yang kami sembunyikan,” ujarnya.
Kisah ini menjadi cermin bagaimana detail sekecil ejaan bisa memicu riak besar di ruang publik. Di era digital, kabar berlari lebih cepat dari klarifikasi. Publik sering terhanyut oleh potongan informasi, sementara fakta memerlukan waktu untuk tersusun utuh.
Bagi Ferry, menjaga marwah peradilan bukan sekadar bekerja sesuai prosedur, tetapi juga memastikan kebenaran tersampaikan tanpa cacat. “Seperti air yang mencari muara, kebenaran akan sampai pada waktunya,” tutupnya.( Ricko )