• Jelajahi

    Copyright © Bongkar Fakta
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Iklan

    Kuasa Hukum Ajukan Eksepsi atas Dakwaan Tipikor Dana Desa Jambu 2020–2022

    Jumat, 21 November 2025, November 21, 2025 WIB
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

     

    “foto : Tim Penasehat Hukum saat berada di depan Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram usai mengajukan eksepsi dalam perkara dugaan Tipikor Dana Desa Jambu Tahun 2020–2022.”

    DOMPU NTB - bongkarfakta.com ~ Sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi Dana Desa Jambu, Kecamatan Pajo, Kabupaten Dompu, kembali berjalan dinamis setelah kuasa hukum terdakwa mengajukan eksepsi terhadap dakwaan jaksa yang dinilai tidak tepat dan tidak memenuhi unsur hukum. Eksepsi tersebut disampaikan oleh Indra Mauluddin, S.H., M.H., selaku penasehat hukum terdakwa, dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Mataram.


    Dalam eksepsinya, Indra menilai dakwaan jaksa tidak didukung perhitungan kerugian negara yang sah. Dakwaan berdiri di atas laporan Inspektorat Kabupaten Dompu, namun menurutnya lembaga tersebut tidak memiliki kewenangan yuridis untuk menetapkan kerugian negara.

    “Untuk menentukan kerugian negara, lembaga yang berwenang harus melakukan audit investigatif sesuai standar pemeriksaan keuangan negara. BPKP tidak pernah melakukan audit langsung dalam perkara ini,” tegas Indra.


    Ia menilai dasar dakwaan tidak memenuhi definisi kerugian negara sebagaimana diatur Pasal 1 angka 22 UU No. 15 Tahun 2006.


    Indra juga menegaskan bahwa selama proses penyidikan dan pemeriksaan, tidak ditemukan bukti terdakwa menerima keuntungan pribadi dari Dana Desa Jambu.

    “Tidak ada aliran dana, tidak ada aset, dan tidak ditemukan transaksi yang menunjukkan terdakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain,” ujarnya.


    Dakwaan jaksa menggabungkan kegiatan tahun 2020, 2021, dan 2022 sebagai satu rangkaian perbuatan berlanjut. Namun menurut PH, hal itu bertentangan dengan yurisprudensi.

    “MA sudah menegaskan bahwa penggabungan perbuatan beda waktu tidak sah bila tidak memiliki hubungan hukum langsung,” papar Indra.


    Indra juga menyoroti posisi salah satu terdakwa, Ilyas, yang disebut tidak menjabat sebagai bendahara pada tahun anggaran 2021.

    “Tidak ada dokumen pencairan atau SPJ yang ia tandatangani pada tahun tersebut. Kerugian 2021 terjadi di luar masa jabatannya,” katanya.


    PH juga menjelaskan bahwa sejumlah poin temuan seperti SPJ belum lengkap, kegiatan belum dilaksanakan, atau pajak belum disetor secara regulasi merupakan pelanggaran administratif, bukan pidana.


    Indra merujuk PP No. 12 Tahun 2019 dan Permendagri No. 73 Tahun 2020 yang memberi ruang penyelesaian administratif, termasuk kesempatan pengembalian kerugian sebelum penindakan pidana dilakukan.


    Setelah eksepsi disampaikan, jaksa penuntut umum memberikan sanggahan pada Jumat, 21 November 2025. Dalam sanggahannya, jaksa menilai seluruh dakwaan telah disusun sesuai ketentuan dan tetap meminta majelis hakim menolak eksepsi PH.


    Majelis hakim kemudian menjadwalkan putusan sela pada Rabu, 03 Desember 2025 untuk menentukan apakah eksepsi diterima atau perkara dilanjutkan ke tahap pembuktian.


    Hingga laporan ini diturunkan, jaksa belum memberikan tanggapan resmi di luar persidangan terkait materi keberatan yang disampaikan kuasa hukum terdakwa.( BF-Tim )



    Komentar

    Tampilkan

    Terkini